Seiring dengan amandemen UUD 1945, kedudukan dan peranan BPK dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas tata kelola keuangan negara di Indonesia menjadi lebih jelas dan kokoh. Pasal 23 G, ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa, “BPK berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.” Kuatnya landasan hukum yang mendasari eksistensi Badan Pemeriksa Keuangan, disamping merupakan suatu kekuatan juga menimbulkan tantangan tugas yang tidak ringan.
Untuk menjawab tantangan tersebut, perubahan dalam organisasi menjadi suatu keniscayaan baik dari sisi kelembagaan maupun dari sisi tata laksana dalam menjalankan tugas dan fungsi BPK.
Perubahan yang paling mendasar adalah penerapan Jabatan Fungsional Pemeriksa di BPK. Jabatan Fungsional Pemeriksa merupakan jabatan bagi para Pemeriksa yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang menjadi tugas utama BPK. Perberlakuan JFP menuntut Pemeriksa untuk selalu bersikap profesional, yakni selalu berupaya untuk bekerja sesuai standar sehingga dapat menghasilkan output yang berkualitas. Kompetensi pemeriksa perlu dibangun agar Pemeriksa dapat melaksanakan tugas pemeriksaan dengan baik sesuai tingkat peran dan tanggung jawabnya masing-masing.
Tujuan diselenggarakannya Diklat Peran Pengendali Teknis adalah untuk meyakinkan bahwa peserta diklat dapat memenuhi standar kompetensi Peran Pengendali Teknis yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Sekretaris Jenderal. Dalam proses JFP yang normal, diklat peran merupakan prasayarat seorang pemeriksa untuk dapat mengikuti assesment. Hasil diklat diharapkan dapat membantu peserta untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi assesment. Jika hasil asesmen menunjukkan bahwa kompetensi seseorang sudah sesuai dengan standar kompetensi, maka yang bersangkutan akan memperoleh Surat Tanda Sertifikasi Peran dan berhak untuk mengikuti training untuk peran yang lebih tinggi.